TUTORIAL MODUL 2 KULIT


 TUTORIAL

MODUL 2 KULIT

BLOK INDERA KHUSUS


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  SKENARIO
“Seorang laki-laki 17 tahuun datang ke rumah sakit dengan keluhan bintil kemerahan pada daerah wajah yang telah dialami sejak 1 bulan lalu. Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal”.


1.2  RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi organ terkait?
2. Bagaimana etiopatogenesis bintil merah pada wajah?
3. Penyakit-penyakit apa saja yang dapat menimbulkan bintil kemerahan pada wajah?
4. Bagaimana langkah-langkah penegakan diagnosis penyakit kulit?
5. Bagaimana tata laksana bintil kemerahan pada wajah?
6. Bagaimana diagnosis banding dari skenario?
7. Bagaimana tabel diagnosis banding?                      

1.3 TUJUAN
1.      Untuk mengetahui anatomi, fisiologi, dan histologi organ terkait
2.      Untuk memahami etiopatogenesis bintil merah pada wajah
3.      Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan bintil kemerahan pada wajah
4.      Untuk mengetahui langkah-langkah penegakan diagnosis penyakit kulit
5.      Untuk mengetahui tata laksana pencegahan bintil kemerahan pada wajah
6.      Untuk mengetahui diagnosis banding


1.3  KATA KUNCI
1.      Laki-laki 17 tahun
2.      Bintil merah pada wajah
3.      Sejak 1 bulan
4.      Riwayat penyakit keluarga (-)
5.      Pemeriksaan laboratorium (-)
BAB 2
PEMBAHASAN
                       2.1  ANATOMI, FISIOLOGI, HISTOLOGI ORGAN TERKAIT

11. Anatomi Kulit
              

Kulit merupakan pembungkus yang elastisk yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50  –  1,75 m. Rata- rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.

a)      Epidermis 

Epidermis terbagi atas empat lapisan yaitu :
1. Lapisan Basal atau Stratum Germinativum
2. Lapisan  Malpighi atau Stratum Spinosum
3. Lapisan Granular atau Sratum Granulosum
4. Lapisan Tanduk atau Stratum Korneum
Pada telapak tangan dan kaki terdapat lapisan tambahan di atas lapisan granular, yaitu Stratum Lusidium atau lapisan-lapisan jernih. Stratum Lusidium, selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-selnya sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang bening, batas- batas sel sudah tidak begitu terlihat, disebut stratum lusidium.
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal.Stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel  induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna.Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dengan dermis.Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu korium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut Rete Ridges atau  Rete Pegg (prosessus interpapilaris).
Lapisan Malpighi atau lapisan spinosum/akantosum, lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel–selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop sel–selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina).Disebut akantosum karena sel–selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain disebut Interceluler Bridges atau jembatan interseluler.Lapisan granular atau stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan.Sel–sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir–butir yang disebut keratohiolin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir–butir stratum granulosum.Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin.
Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku.Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu tubuh, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat di semua daerah di kulit, tetapi tidak terdapat pada selaput lendir.Seluruhnya berjumlah antara 2 sampai 5 juta, yang terbanyak di telapak tangan. Sekretnya cairan jernih, kira–kira 99% mengandung klorida, asam laktat, nitrogen, dan zat lain. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut. Terdapat di ketiak, daerah anogenital, puting susu, dan areola.
Kelenjar sebaseus terdapat di seluruh tubuh, kecuali di tapak tangan, tapak kaki, dan punggung kaki. Terdapat banyak kulit kepala, muka, kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol, dan zat lain. Rambut terdapat diseluruh tubuh, rambut tumbuh dari folikel rambut di dalamnya epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasrnya terdapat papil tempat rambut tumbuh. Akar berada di dalam folikel pada ujung paling dalam dan bagian sebelah luar disebut batang rambut.Pada folikel rambut terdapat otot polos kecil sebagai penegak rambut. Rambut terdiri dari rambut panjang di kepala, pubis dan jenggot, rambut pendek dilubang hidung, liang telinga dan alis, rambut bulu lanugo diseluruh tubuh, dan rambut seksual di pubis dan aksila (ketiak).
Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang menutupi permukan dorsal ujung jari tangan dan kaki. Lempeng kuku terdiri dari 3 bagian yaitu pinggir bebas, badan, dan akar yang melekat pada kulit dan dikelilingi oleh lipatan kulit lateral dan proksimal. Fungsi kuku menjadi penting waktu mengutip benda–benda kecil.
b)     Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit.Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis).
Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah bagian bawahnya sampai ke subkutis baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabut–serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis dan serabut retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan masing–masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan kepada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut.
c)      Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan–kumpulan  sel–sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut–serabut jaringan ikat dermis. Sel–sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti cincin.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap–tiap tempat dan juga pembagian antar laki–laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna  penikulus adiposus adalah sebagai  shock braker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkurtis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot
1.      Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning–kuningan, kemerah–merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh gangguan kulit karena penyakit tertentu.
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada kulit. Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaaan marah, akan terjadi perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit putih dari eropa dan lain-lain.
Perasaan pada kulit adalah perasaan reseptornya yang berada pada kulit.Pada organ sensorik kulit terdapat 4 perasaan yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas, dan sakit. Kulit mengandung berbagai jenis ujung sensorik termasuk ujung saraf telanjang atau tidak bermielin. Pelebaran ujung saraf sensorik terminal dan ujung yang berselubung ditemukan pada jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik berakhir sekitar  folikel rambut, tetapi tidak ada ujung yang melebar atau berselubung untuk persarafan kulit. Penyebaran kulit pada berbagai bagian tubuh berbeda-beda dan dapat dilihat dari keempat jenis perasaan yang dapat ditimbulkan dari daerah-daerah tersebut.
Pada pemeriksaan histologi, kulit hanya mengandung saraf telanjang yang berfungsi sebagai mekanoreseptor yang memberikan respon terhadap rangsangan raba. Ujung saraf sekitar folikel rambut menerima rasa raba dan gerakan rambut menimbulkan perasaan (raba taktil).Walaupun reseptor sensorik kulit kurang menunjukkan ciri khas, tetapi secara fisiologis fungsinya spesifik. Satu jenis rangsangan dilayani oleh ujung saraf tertentu dan hanya satu jenis perasaan kulit yang disadari.
2.      Fungsi Kulit   
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu :
1. Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat).Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur.Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut–serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis.Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).
2. Proteksi rangsangan kimia
Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel–sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur.
3. Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam lemak.Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme.Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel–sel epidermis.
4. Pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan.Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas, medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).
5. Ekskresi
Kelenjar–kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit.
6. Persepsi
Kulit mengandung ujung–ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis.Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
7. Pembentukan Pigmen
Sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan–tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag.Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebaltipisnya kulit,reduksi Hb dan karoten.
8. Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira–kira 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanisme fisiologik.
9. Pembentukan vitamin D
Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
3.      Histologi Kulit
Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis dan lemak subkutan (Price, 2005).
1.      Epidermis
Epidermis terdiri atas 5 lapisan sel penghasil keratin (keratinosit) yaitu:
a.       Stratum basal (stratum germinativum), terdiri atas selapis sel kuboid atau silindris basofilik yang terletak di atas lamina basalis pada perbatasan epidermis-dermis,
b.      Stratum spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid, atau agak gepeng dengan inti ditengah dan sitoplasma dengan cabang-cabang yang terisi berkas filamen,
c.       Stratum granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul basofilik kasar,
d.      Stratum lusidum, tampak lebih jelas pada kulit tebal, lapisan ini bersifat translusens dan terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng,
e.       Stratum korneum, lapisan ini terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi skleroprotein filamentosa birefringen, yakni keratin (Junqueira, 2007).
2.      Dermis
Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum papilare di sebelah luar dan stratum retikular yang lebih dalam.
a.       Stratum papilar, terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas dan sel jaringan ikat lainnya terdapat di stratum ini seperti sel mast dan 11 makrofag. Dari lapisan ini, serabut lapisan kolagen khusus menyelip ke dalam lamina basalis dan meluas ke dalam dermis. Serabut kolagen tersebut mengikat dermis pada epidermis dan disebut serabut penambat,
b.      Stratum retikular, terdiri atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I), dan oleh karena itu memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit sel daripada stratum papilar (Junqueira, 2007). Dermis kaya dengan jaring-jaring pembuluh darah dan limfa. Di daerah kulit tertentu, darah dapat langsung mengalir dari arteri ke dalam vena melaui anastomosis atau pirau arteriovenosa. Pirau ini berperan sangat penting pada pengaturan suhu. Selain komponen tersebut, dermis mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut kelenjar keringat dan kelenjar sebasea
(Junqueira, 2007).

  


3.      Fascia superficialis
Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-organ di bawahnya, yang memungkinkan kulit bergeser di atasnya. Hipodermis sering mengandung sel-sel lemak yang jumlahnya bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran yang bervariasi sesuai dengan status gizi yang bersangkutan. Lapisan ini juga disebut sebagai jaringan subkutan dan jika cukup tebal disebut panikulus adiposus (Junqueira, 2007).


 2.1  ETIOPATOGENESIS BINTIL MERAH PADA WAJAH
Penyebab bintil kemerahan :
1.      Peningkatan produksi sebum
Acne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak dari sebelumnya.Terdapat korelasi antara keparahan acne 12 dengan produksi sebum.Pertumbuhan kelenjar sebasea dan produksi sebum berada di bawah pengaruh hormon androgen.Pada penderita acne terdapat peningkatan konversi hormon androgen yang normal beredar dalam darah (testoteron) ke bentuk metabolit yang lebih aktif (5>alfa dehidrotestoteron).Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum. Meningkatnya produksi sebum pada penderita acne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen dalam darah, sehingga terjadi peningkatan unsur komedogenik dan inflamatogenik sebagai penyebab terjadinya acne. Terbukti bahwa pada kebanyakan penderita, lesi acne hanya ditemukan di beberapa tempat yang kaya akan kelenjar sebasea.
2.      Keratinisasi folikel
Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan olah adanya penumpukan korneosit dalam saluran pilosebasea.Hal ini dapat disebabkan oleh bertambahnya produksi korneosit pada saluran pilosebasea, pelepasan korneosit yang tidak adekuat, atau dari kombinasi kedua faktor.Bertambahnya produksi korneosit dari sel keratinosit merupakan salah satu sifat komedo.Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam linoleik dalam sebum.13 Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan–bahan yang dapat menimbulkan peradangan. Walaupun asam linoleik merupakan unsur penting dalam seramaid-1, lemak lain mungkin juga berpengaruh pada patogenesis acne. Kadar sterol bebas juga menurun pada komedo sehingga terjadi keseimbangan antara kolesterol bebas dengan kolesterol sulfat, sehingga adhesi korneosit pada akroinfundibulum bertambah dan terjadi retensi hiperkeratosis folikel.
3.      Kolonisasi Saluran Pilosebasea dengan Propionibacterium
Terdapat tiga macam mikroba yang terlibat pada patogenesis acne adalah Corynebacterium Acnes (Proprionibacterium Acnes), Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur).Adanya seborea pada pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah Corynebactirium Acnes, tetapi tidak ada hubungan antara jumlah bakteri pada permukaan kulit atau dalam saluran pilosebasea dengan derajat hebatnya acne. Dari ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses patologis acne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting. Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing– masing lesi.Apakah bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria) mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger, skualen yang dihasilkan oleh kelanjar sebasea dioksidasi di dalam folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab terjadinya komedo.Kadar oksigen dalam folikel berkurang dan akhirnya terjadi kolonisasi Corynebacterium Acnes. Bakteri ini memproduksi porfirin, yang bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi katalisator untuk terjadinya oksidasi skualen sehingga oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat menyebabkan peradangan folikel. Hipotesis ini dapat menerangkan bahwa acne hanya dapat terjadi pada beberapa folikel sedangkan folikel yang lain tetap normal
4.      Inflamasi
Faktor yang menimbulkan peradangan pada acne belum diketahui dengan pasti. Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh Corynebacterium Acnes, seperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase, dan neuramidase, memegang peranan penting pada proses peradangan. Faktor kemotatik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen untuk bekerja aktif) bila keluar dari folikel dapat menarik leukosit nukleus polimorf (PMN) dan limfosit. Bila masuk ke dalam folikel PMN dapat mencerna Corynebacterium Acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel pilosebasea. Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya sitokin.Bahan keratin yang sukar larut yang terdapat di dalam sel tanduk serta lemak dari kelenjar sebasea dapat menyebabkan reaksi non spesifik yang disertai oleh mekrofag dan sel–sel raksasa. Pada fase permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh Corynebacterium Acnes, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement pathways).Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu antibodi terhadap Corynebacterium Acnes juga meningkat pada penderita acne yang berat (Tahir, 2010).
Penyebab lain timbulnya bintil kemerahan pada wajah :
1.      Makanan pedas, tinggi lemak, tinggi karbohidrat, dan tinggi yodium.
2.      Faktor kosmetik
3.      Penggunaan obat-obatan, terutama kortikosteroid
4.      Faktor genetic
5.      Stres/kecemasan
6.      Tempat kerja yang tingkat polusi tinggi
7.      Radiasi/paparan sinar matahari

2.2  PENYAKIT-PENYAKIT YANG DAPAT MENIMBULKAN BINTIL KEMERAHAN PADA WAJAH

1.      Acne vulgaris
Akne vulgaris adalah suatu kondisi inflamasi umum pada pada unit polisebaseus yang terjadi pada remaja dan dewasa muda yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul.
2.      Acne rosacea
Rosacea adalah kondisi kulit yang umum terjadi pada bagian tengah wajah. Kelainan ini ditandai dengan kemerahan dan adanya luka berisi seperti nanah. Kondisi ini bersifat berkepanjangan (kronis), dengan penampilan seperti terbakar dan terlihat jelas. Oleh karena kondisi ini mempengaruhi penampilan fisik seseorang, maka pasien mungkin mengalami masalah psikologis dan emosional.
3.      Dermatitis perioral
Suatu peradangan kecil berupa papul dan pustule di sekitar mulut dan bisa terjadi area paranasal dan periokular.
4.      Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial.
5.      Herpes zoster
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela zoster yang terutama menyerang orang dewasa dengan ciri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi oleh ganglion saraf sensoris.
6.      Erupsi akneiformis
Erupsi mirip jerawat tanpa komedo yang disebabkan oleh infeksi, gangguan hormonal atau metabolism, induksi obat-obatan, misalnya kortikosteroid, kelainan genetik, kontak dengan bahan kimia, gesekan, atau tekanan.
7.      Acne venenata
Akne yang terjadi akibat kontak dengan kontakan eksternal dan variannya acne kosmetika, acne pomade, acne klor, acne akibat kerja, dan acne diterjen.
8.      Folikulitis
Peradangan folikel di sekitar rambut yang disebabkan oleh Staphylococcus sp. Gejala klinisnya berupa rasa gatal di daerah rambut dan berupa makula eritema disertai papul pustule yang ditemmbus oleh rambut.

2.3  LANGKAH-LANGKAH PENEGAKAN DIAGNOSIS
1.      ANAMNESIS
Anamnesis mencakup identifikasi penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit. Yang perlu ditanyakan pada keluhan utama ialah keluhan yang mendorong penderita meminta pertolongan medis : bintil kemerahan pada wajah.
Perjalanan penyakit mencakup :
·         Sejak kapan mulai sakit (berapa hari, minggu, bulan),
·         bagaimana dan berupa kelainan apa pada awalnya (merah-merah, bintik-bintik, luka, dsb.),
·         di mana kelainan pertama kali timbul (kaki, kepala,wajah, anggota gerak),
·         apakah menjalar/tidak, atau hilang timbul,
·         apakah gatal, sakit, atau rasa panas pada lesi,
·         apakah keluar cairan/kering,
·         obat yang telah digunakan,
·         bagaimana pengaruh obat tersebut,
·         apakah penyakit membaik, memburuk atau menetap.
·         Adakah faktor-faktor yang memperberat atau memperingan timbulnya bintil tersebut pada wajah (apakah diperberat atau dieksaserbasi setelah terpapar sinar matahari, panas dingin, trauma, bahan kimia tertentu, produk topikal, atau yang lain)
·         Gejala penyerta lain seperti demam, sakit kepala
·         Riwayat pengobatan : sudah pernah berobat atau belum, berobat ke siapa, obat apa yang diberikan, bagaimana efek obat tersebut terhadap keluhan
·         Kelainan sistemik:
-          Gejala konstitusional (demam, menggigil, kelelahan, kehilangan berat badan, berkeringat di malam hari)
-          Gejala penyakit akut (sakit kepala, fotopobia, kaku leher, mual, muntah, batuk, pilek, bersin, mialgia, athralgia)
-          Kelainan lain seperti: artritis psoriatik (nyeri sendi, bengkak dan kaku sendi) yang dapat menyertai kelainan kulit
Mengenai riwayat penyakit dahulu :
Informasi dibawah ini diperlukan untuk menegakkan diagnosis:
·         Riwayat penyakit kronis yang dapat bermanifestasi pada kulit (diabetes, kelainan ginjal dan hepar, infeksi HIV atau hepatitis, sindroma polikistik ovarii, lupus, penyakit tiroid)
·         Riwayat penyakit yang berkaitan dengan penyakit kulit (asma, alergi)
·         Riwayat tindakan pembedahan
·         Keadaan imunosupresi oleh karena obat-obatan, infeksi, genetik
·         Penyakit jiwa
·         Riwayat sunburn atau radiasi
·         Riwayat pengobatan: resep dokter, obat bebas, vitamin, suplemen atau jamu
·         Alergi: obat, makanan, antigen lingkungan, dan kontaktan
Mengenai keluarga harus ditanyakan:
·         sosio-ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga, cara hidup, dan penyakit dalam keluarga atau pada individu di sekitarnya.
·         Informasi tentang penyakit kulit, riwayat atopi (dermatitis atopik, asma, rinitis alergi), kanker kulit pada keluarga diperlukan untuk menunjang penegakkan diagnosis.
Mengenai riwayat sosial :
·         apakah timbulnya penyakit berkaitan dengan suatu sebab, misalnya akibat pekerjaan, luka-luka akibat benda tertentu, hubungan dengan musim, atau akibat suatu faktor dalam lingkungan.
·         Informasi tentang hobi/kebiasaan/personal hygiene, traveling, lingkungan, diet, hewan peliharaan diperlukan untuk menunjang penegakkan diagnosis.

2.      PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan keadaan umum adalah penting, dan perlu dicari hubungannya dengan penyakit kulit yang sedang diderita. Pemeriksaan kulit sendiri harus dikerjakan di tempat terang, jika perlu dengan bantuan kaca pembesar.
Pertama-tama harus ditentukan lokalisasi kelainan, yaitu secara:
a. Regional: r. fasialis, r. torakalis, r. abdominalis
b. Dengan regio relatif: 1/3 proksimal ekstremitas inferior kiri, 1/3 tengah lengan kanan, dll.
Pedoman untuk melakukan pemeriksaan fisik pada pasien penyakit kulit adalah sebagai berikut:
a.       Kesan umum pasien
·         Keadaan umum : baik atau sakit
·         Berat badan : obesitas, kurus atau normal
·         Warna kulit : derajat pigmentasi, pucat (anemia), ikterik
·         Suhu kulit : hangat, dingin, lembab
·         Karakteristik permukaan kulit : xerosis (kering), sebore (minyak berlebih), turgor, hiperhidrosis atau hiperhidrosis (keringat berlebih atau kurang) dan tekstur kulit
·         Derajat fotoaging: lentigo, purpura aktinik, kerut


b.      Distribusi lesi
Distribusi lesi kulit apakah : lokalisata, berkelompok, regional, generalisata, universal, simetris, sunexposed, sunprotected, fleksural, ekstensor, sakral, intertriginosa, atau dermatomal.
c.       Lesi Primer
Pada pemeriksaan lesi primer dilihat :
·         Tipe (misal papul, plakat, bula)
·         Bentuk (misal anular,linier)
·         Perubahan sekunder (misal kusta, ekskoriasi)
d.      Palpasi Pada pemeriksaan palpasi dilihat :
·         Superfisial (misal skuama, kasar, halus)
·         Dalam (keras, lunak, mudah digerakkan)
·         Nyeri tekan
·         Peninggian kulit
e.       Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum yang dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit kulit yaitu :
·         Tanda vital
·         Pemeriksaan abdomen untuk hepatosplenomegali
·         Pemeriksaan kelenjar limfe (khususnya pada kasus infeksi atau keganasan)

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM PEMERIKSAAN FISIK
Alat-alat Alat-alat yang diperlukan dalam melakukan pemeriksaan kulit lengkap yaitu:
a.       Kaca pembesar dan/ dermatoskop
b.      Lampu senter
c.       Kaca slide untukdiaskopi
d.      Kapas atau tisu dengan air untuk mengangkat makeup
e.       Sarung tangan
f.       Penggaris
g.      Pisau skalpel
h.      Kamera
i.        Lampu Wood
j.        Mikroskop
k.      Pengecatan gram, giemsa, Zn

3.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memastikan diagnosis harus ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan spesifik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah:
a.       Pemeriksaan darah rutin, feses dan kemih, serta kimia darah.
b.      Pemeriksaan sediaan apus basah seperti pemeriksaan terhadap hifa (dengan KOH 10%), trikomonas (NaC1 0,9o/o).
c.       Pemeriksaan sekret/bahan-bahan dari kuiit dengan pewarnaan khusus, seperti Gram (untuk bakteri), Ziehl Nielsen untuk basil tahan asam, gentian violet untuk virus, mikroskop lapangan gelap untuk spiroketa, pemeriksaan cairan gelembung (untuk menghitung eosinofil).
d.      Pemeriksaan serologik untuk sifilis, frambusia.
e.       Pemeriksaan dengan sinar Wood terhadap infeksi jamur kulit.
f.       Pemeriksaan terhadap alergi: uji gores, tetes, tempel, tusuk, dan uji suntik.
g.      Pemeriksaan histopatologi.

2.4  TATA LAKSANA BINTIL KEMERAHAN PADA WAJAH
A.    Pengobatan
1.      Pengobatan Topikal
Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling), misalnya sulfur (4 – 8%),  resorsinol (1 – 5%), asam salisilat (2 – 5%), peroksida benzoil (2,5 – 10%), asam vitamin A (0,025 – 0,1%), asam azeleat (15 – 20%), dan asam alfahidroksi [AHA],  asam glikolat (3 – 8%). Antibiotika topikal misalnya oksitetrasiklin (1%), eritromisisn (1%), klindamisin fosfat (1%). Antiperadangan topical : Hidrokortison 1 – 2,5%, suntikan intralesi triamsinolon asetonid 10 mg/cc untuk lesi nodulo-kistik
2.      Pengobatan Sistemik
·         Antibakteri sistemik : Tetrasiklin  250 mg – 1,0 mg/hari, Eritromisin 4 x 250 mg/hari, dan Doksisiklin 50 mg/hari.
·         Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif  menduduki resptor organ target di kelenjar sebasea, misalnya estrogen (50 mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau antiandrogen siproteron.
·         Vitamin A  sebagai anti keratinisasi (50.000 ui – 150.000 ui/hari).  Isotretinoin (0,5 – 1 mg/kgBB/hari) untuk menghambat produksi sebum pada akne nodulokistik dan konglobata.
B.     Pencegahan Bintil Merah pada Wajah
1.      Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum misalnya dengan diet rendah lemak dan karbohidrat dan melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit.
2.      Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne misalnya stress, kosmetik, alkohol, rokok.

2.5  DIAGNOSIS BANDING
1.      Acne vulgaris
Defenisi Acne Vulgaris
Akne vulgaris adalah peradangan menahun yang mengenai folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista. Pada tempat predileksi di muka, leher, bahu, lengan atas, dada dan punggung.
Epidemiologi
Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka  sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis  dan pada masa remajalah Acne Vulgaris menjadi salah satu problem.  Umumnya prevalensi jerawat 80-100% pada usia dewasa muda yaitu 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada pria. Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita Acne Vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa dan Amerika) dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada Negro.
Pada umumnya banyak remaja yang bermasalah dengan jerawat, bagi mereka jerawat merupakan gangguan psikis. Sedangkan menurut Catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika Indonesia menunjukkan terdapat 60% penderita Acne Vulgaris pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007.
            Etiologi dan Patogenesis Acne vulgaris
               Etiologi acne vulgaris belum jelas sepenuhnya. Patogenesis acne adalah multifaktorial, namun telah diidentifikasi empat teori sebagai etiopatogenesis acne. Keempat patogenesis tersebut adalah hiperkeratinisasi dari duktus polisebasea, produksi sebum yang berlebih, bakteri Propionibacterium acnes (P. acnes), dan inflamasi.
1.      Perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Keratinisasi dalam folikel yangbiasanya longgar berubah menjadi padat sehingga sukar lepas dari saluranfolikel tersebut.
2.      Produksi sebum yang meningkat, menyebabkan peningkatan unsurkomedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadi akne.
3.      Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya prosesinflamasi dalam sebum dan kekentalan sebum yang penting pada patogenesispenyakit.
4.      Peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium acnes, Staphylococcusepidermidis, Pityrosporum ovale dan Pityrosporum orbiculare) yang berperanpada proses kemotatik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik pengubahfraksi lipid sebum.
5.      Terjadinya respon hospes berupa pembentukan circulating antibodies yangmemperberat akne.
6.      Hormon
Hormon androgen memegang peranan penting, karena dapat meningkatkanaktivitas kelenjar sebasea. Estrogen secara fisiologis tidak berpengaruhlangsung terhadap produksi sebum, tetapi estrogen dapat menurunkan kadargonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis, gonadotropin memiliki efekmenurunkan sebum.
7.      Stress dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik secara langsung ataumelalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis
8.      Faktor lain : iklim, kosmetik, diet, ras dan familial.
Klasifikasi
Berdasarkan keparahan klinis akne vulgaris dibagi menjadi ringan, sedang dan berat. Klasifikasi dari bagian Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo sebagai berikut : (Djuanda, 2007).
a.       Ringan, bila:
-          beberapa lesi tidak beradang pada 1 predileksi 
-          sedikit lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi
-          sedikit tempat beradang pada 1 predileksi. 
b.      Sedang, bila:
-          banyak lesi tidak beradang pada 1 predileksi 
-          beberapa lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi
-          beberapa lesi beradang pada 1 predileksi. 
c.       berat, bila: 
-          banyak lesi tidak beradang pada 1 predileksi. 
-          banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi.
Dalam klasifikasi ini dikatakan sedikit apabila jumlah < 5, beberapa 5-10 dan banyak >10 lesi. Tak beradang meliputi komedo putih, komedo hitam dan papul. Sedangkan beradang meliputi pustul, nodus dan kista. 

1.      Menurut Plewig dan Kligman
Klasifikasi lainnya oleh Plewig dan Kligman (2005), yang mengelompokkan acne vulgaris menjadi :
a.       Acne komedonal
·         Grade 1: Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah 
·         Grade 2 : 10-25 komedo pada tiap sisi wajah
·         Grade 3 : 25-50 komedo pada tiap sisi wajah
·         Grade 4 : Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah



a.       Acne papulopustul

·         Grade 1 : Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah 
·         Grade 2 : 10-20 lesi pada tiap sisi wajah
·         Grade 3 : 20-30 lesi pada tiap sisi wajah
·         Grade 4 : Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah



a.       Acne konglobata
Merupakan bentuk akne yang berat, sehingga tidak ada pembagian tingkat beratnya penyakit. Biasanya lebih banyak diderita oleh laki-laki. Lesi yang khas terdiri dari nodulus yang bersambung, yaitu suatu masa besar berbentuk kubah berwarna merah dan nyeri. Nodul ini mula-mula padat, tetapi kemudian dapat melunak mengalami fluktuasi dan regresi, dan sering meninggalkan jaringan parut .





 Manifestasi Klinis Acne Vulgaris
Gambaran klinis akne vulgaris berupa komedo, papul,pustul, nodul, dan kista.Pillsburry membagi klasifikasi akne vulgaris menjadi 4 tingkat, yaitu:
1.      Komedo di muka
2.      Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka
3.      Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di muka, dada danpunggung
4.      Akne konglobata
Diagnosis Acne Vulgaris
1.      Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Keluhan penderita dapat berupa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan penderita lebih bersifat kosmetik. Dapat pula ditanyakan bagaimana perjalanan penyakit, dimana lokasi keluhan, apakah terasa gatal, bagaimana faktor genetik, makanan yang dikonsumsi, apakahada infeksi dan trauma, menanyakan apakah mengalami banyak paparan saat bekerja, serta apakah dirasakan gangguan sistemik atau tidak misalnya demam.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan komedo, baik komedo terbuka maupun komedo tertutup. Adanya komedo diperlukan untuk menegakkan diagnosis acne vulgaris .Selain itu, dapat pula ditemukan papul, pustul, nodul, dan kista pada daerah –daerah predileksi yang mempunyai banyak kelenjar lemak. Pemeriksaan laboratorium bukan merupakan indikasi untuk penderita acne vulgaris, kecuali jika dicurigai adanya hiperandrogenis.
Tempat predileksi akne vulgaris: muka, bahu, dada bagian atas, punggung
bagian atas. Lokasi lain meliputi leher, lengan atas, glutea.
2.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang khusus berupa ekskohleasi komedo (pengeluaransumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna/comedo extractor)dengan mudah dapat dilakukan untuk membuktikan apakah papul kecil yangterjadi benar sebuah komedo karena komedo merupakan gejala patognomonikakne. Sebum yang tersumbat pada akne tampak sebagai masa padat seperti lilinatau nasi lunak yang ujungnya kadang-kadang berwarna hitam..
3.      Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologis tidak spesifik berupa sebukann sel radang kronis disekitar folikel pilosebasea dengan masa sebum di dalam folikel.Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad  renik yang diduga memegang perananpenting dalam proses biokimia sebum (enzim lipase kuman mengubah trigliseridamenjadi asam lemak bebas yang lebih padat) dapat dilakukan untuk tujuanpenelitian etiologis dan terapeutik.
Pencegahan Acne Vulgaris
1.      Menghindari peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum
a.       diet rendah lemak dan karbohidrat
b.      rajin membersihkan muka
2.      Menghindari faktor pemicu
a.       hidup teratur, istirahat cukup, olah raga,
b.      hindari pedas, rokok
c.       hindari polusi debu
3.      Memberi informasi mengenai penyebab
Penatalaksanaan Acne Vulgaris
1.      Pengobatan Topikal
Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling), misalnya sulfur (4 – 8%),resorsinol (1 – 5%), asam salisilat (2 – 5%), peroksida benzoil (2,5 – 10%),asam vitamin A (0,025 – 0,1%), asam azeleat (15 – 20%) dan asam alfahidroksi [AHA] (asam glikolat 3 – 8%). Antibiotika topikal misalnyaoksitetrasiklin (1%), eritromisisn (1%), klindamisin fosfat (1%).Antiperadangan topical: Hidrokortison 1 – 2,5%, suntikan intralesi triamsinolonasetonid 10 mg/cc untuk lesi nodulo-kistik
2.       Pengobatan Sistemik
Antibakteri sistemik : Tetrasiklin 250 mg – 1,0 mg/hari, Eritromisin 4 x 250mg/hari, dan Doksisiklin 50 mg/hari. Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif menduduki resptor organ target di kelenjar sebasea, misalnya estrogen (50mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau antiandrogen siproteron. Vitamin A sebagai anti keratinisasi (50.000 ui – 150.000 ui/hari).Isotretinoin (0,5 – 1 mg/kgBB/hari) untuk menghambat produksi sebumpada akne nodulokistik dan konglobata.
Prognosis
Prognosisnya dubia ad bonam, akne vulgaris biasanya sembuh pada usia 30-40 tahun. Acne Vulgaris jarang terjadi  sampai gradasi yang sangat berat sehingga memerlukan rawat inap di Rumah Sakit.
2.Rosacea
Definisi
Rosacea adalah kondisi kulit yang umum terjadi pada bagian tengah wajah. Kelainan ini ditandai dengan kemerahan dan adanya luka berisi seperti nanah. Kondisi ini bersifat berkepanjangan (kronis), dengan penampilan seperti terbakar dan terlihat jelas. Oleh karena kondisi ini mempengaruhi penampilan fisik seseorang, maka pasien mungkin mengalami masalah psikologis dan emosional.

1.    Rosacea Tipe 1
Disebut juga Erythematotelangiectatic Rosacea (ETR), biasanya diasosiasikan dengan wajah memerah, bersemu, dan jaringan darah yang jelas terlihat di wajah.

2.    Rosacea Tipe 2
Disebut juga Papulopustar Rosacea, biasanya diasosiasikan dengan timbulnya jerawat dan biasanya diderita oleh wanita dewasa lansia.

3. Rosasea  tipe 3 
Disebut juga Phymatous, adalah bentuk yang langka yang biasanya diasosiasikan dengan penebalan pada kulit hidung anda, biasanya diderita oleh laki-laki dan biasanya disertai dengan rosacea tipe lain.

4. Rosasea Tipe 4
Disebut juga ocular Rosacea, biasanya timbul pada area mata.

Penyebab
Penyebabnya belum diketahui, tetapi bisa terjadi akibat kombinasi faktor herediter dan faktor lingkungan. Setiap orang bisa mengalami rosacea tetapi lebih cenderung terjadi pada :
·         Wanita
·         Berkulit putih
·         Berusia antara 30-60 tahun
·         Memilikiriwayatkeluargadengan rosacea
Rosasea berupa pelebaran pembuluh darah yang terletak tepat di bawah kulit. Kondisi ini bisa berhubungan dengan gangguan kulit lainnya (jerawat seboroik) atau gangguan pada mata (keratitis atau blefaritis).
Sejumlah faktor bisa memicu atau memperburuk rosasea dengan meningkatkan aliran darah ke permukaan kulit, antara lain :
·         Makanan atau minuman yang panas
·         Makanan pedas
·         Alkohol
·         Suhuekstrim
·         Sinar matahari
·         Stress, kemarahan atau rasa malu
·         Olahraga berat
·         Berendam air panas atau sauna
·         Menggunakankortikosteroid
·         Menggunakan obat-obat yang melebarkan pembuluh darah misalnya obat untuk mengendalikan tekanan darah
Patofisiologi
Rosacea dimulai dengan timbulnya erythema di wajah, pipi dan hidung. Flushing dan kemerahan di wajah adalah gejala paling umum. Papula, pustula, cysts,  dan pembesaran pembuluh darah pada wajah (telangiectasia) juga muncul pada kasus rosacea. Rosacea kronis bisa menimbulkan penebalan kulit distal pada hidung secara ireguler dan bulat (rhinophyma), dengan warna-merah keunguan dan folicle yang melebar.
Rosacea adalah penyakit kronis yang etiologinya tidak diketahui yang mempengaruhi pusat wajah dan leher. Berdasarkan manifestasi klinisnya (flushing, inflamasi kronis, fibrosis). Penyakit ini tidak mematikan, namun setidaknya sudah 13 juta orang terkena oleh penyakit yang tidak bisa disembukan ini. Hal ini dikarakteristikkan oleh dua komponen yang tampak yaitu perubahan pembuluh darah meliputi eritema yang hilang timbul atau menetap dan kemerahan dan erupsi dari pembentukan akne dengan papula, pustula, kista dan hiperplasia sebum. Tidak ada korelasi antara jumlah ekskresi sebum dan keparahan dari rosacea. Onset paling banyak terjadi antara umur 30-50 tahun. Kasus pediatrik juga telah dilaporkan. Walaupun perempuan terkena 3x lebih sering dibanding laki-laki tetapi penyakit ini lebih parah ketika terjadi pada laki-laki. Rosacea lebih umum terjadi pada kulit yang terang, individu yang berkulit putih tetapi juga mungkin terjadi pada tipe kulit gelap. Diperkirakan 10% masyarakat Swedia mengalami rosacea.
Terdapat spekulasi bahwa cacat dalam jalur saraf aferen trigeminal berkontribusi atas kecenderungan kemerahan pada wajah. Seiring berjalannya waktu, setelah serangan kemerahan berulang, pembuluh menjadi ektatis dan ada vasodilatasi permanen. Cairan panas diperkirakan meningkatkan eritema dan kemerahan ketika mereka memanaskan jaringan mukosa mulut, mengarah ke pertukaran panas yang berlawanan dengan arteri karotid. Sinyal lebih lanjut dari tubuh karotid kemudian diteruskan ke hipotalamus (termostat tubuh), dimana sinyal tubuh untuk mengusir panas melalui pembilasan dan vasodilatasi karena peningkatan dirasakan dalam suhu inti tubuh.
GejalaPenyakit Rosacea
1. Gejala Acne Rosacea
  • Tampak seperti jerawat dan kulit yang berwarna sangat merah
  • Kulit berminyak
  • Kulit sensitif
  • Jaringan darah yang rusak terlihat
  • Bercak-bercak pada kulit
2. Gejala Rosacea ETR
  • Merah dan bersemu di area wajah
  • Jaringan darah terlihat
  • Kulit yang keras dan kaku
  • Kulit sensitif
  • Kulit gatal dan terasa panas
  • Kulit kering, kasar dan bersisik
3. Gejala Kulit Mengeras karena Rosacea
  • Tektur kulit bergelombang
  • Kulit keras pada hidung
  • Kulit keras pada kening, dagu, leher dan kuping
  • Pori pori lebar
  • Jaringan darah terlihat
4. Gejala Ocular Rosacea
  • Mata merah dan berair
  • Mata terasa gatal
  • Rasa panas dan gatal di mata
  • Mata kering dan gatal
  • Mata yang sensitif terhadap cahaya
  • Kista pada mata
  • Penglihatan berkurang
  • Jaringan darah rusak pada kelopak mata
Diagnosa
Seorang dokter biasanya dapat mendiagnosis rosacea berdasarkan sejarah pembilasan dan penampilan kulit Anda. Pada tahap awal rosacea, kadang-kadang terdapat ruam yang bisa disebakan oleh sinar matahari atau alergi terhadap kosmetik. 
Pemeriksaan darah-untuk kelainan sistemik yang melatarbelakanginya dan dikembangkan untuk analisis genetic.
1.   Swab dan sampel-sampel yang lain-untuk infeksi
2.   Lampu wood (wood's light)
Beberapa kelainan menjadi lebih mudah untuk dilihat. Merupakan sumber sinar ultraviolet yang difilter dengan nikel oksida, digunakan untuk memperjelas 3 gambaran penyakit kulit :
a.          Organisme tertentu penyebab bercak-bercak jamur (ringworm), pada kulit kepala memeberikan fluoresensi hijau (berguna untuk menentukan diagnosis awal dan membantu dalam memantau terapi.
b.         Organisme yang berperan dalam terjadinya eritrasma memberikan fluoresensi merah terang.
c.          Beberapa kelainan pigmen lebih jelas terlihat-terutama bercak-bercak pucat pada sklerosis tuberosa dan tanda cafẽ-au-lait pada neurofibromatosa.
3.   Kerokan kulit atau guntingan kuku
Mikroskopi dan kultur mikologis. Hal ini bermanfaat khususnya bila dicurigai adanaya infeksi jamur, atau mencari tungau skabies. Sedikit kerokan dari permukaan kulit akan mengangkat skuama. Skuama ini ditempatkan di kaca mikroskop, ditetesi dengan kalium hidroksida (KOH) 10% dan ditutup dengan kaca penutup. Didiamkan beberapa menit untuk melarutkan membran sel epidermis, sediaan siap diperiksa. Pemeriksaan juga dapat dibantu dengan menambahkan tinta Parker Quink. Terhadap guntingan kuku bisa juga dilakukan hal yang sama, tetapi diperlakukan larutan KOH yang lebih pekat dan waktu yang lebih lama.
4. Biopsi kulit
Histopatologi, mikroskopi elektron, imunopatologi, sidik DNA. Teknik pemeriksaan yang sangat penting untuk menentukan diagnosis pada banyak kelainan kulit. Contohnya kanker, kelainan bulosa dan infeksi-infeksi seperti TBC dan Lepra.
1.      Tes tempel (patch tes)
Untuk membuktikan alergi akibat kontak dengan allergen. Bila dicurigai terjadi dermatitis kontak alergi, lakukan tes tempel.Pada pemeriksaan ini alergen yang kemungkinan menjadi penyebab dilarutkan dalam media yang sesuai. Bahan-bahan tes ditempatkan pada lempengan-lempengan tipis yang ditempelkan pada kulit (biasanya di daerah punggung) selama 48 jam. Reaksi positif (sesudah 48 jam atau kadang-kadang lebih lambat) memastikan adanya reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) terhadap bahan penyebab alergi tadi.Teknik pemeriksaan ini dapat diperluas, antara lain pemeriksaan foto alergi.

Penatalaksanaan
Langkah pertama yang paling penting dalam pengobatan Rosasea adalah menghilangkan factor pencetusnya. Adapun factor pencetusnya adalah paparan dan situasi, yang dapat menyebabkan kemerahan dan perubahan kulit. Namun, factor yang paling penting adalah paparan sinar matahari. Pasien Rosasea dianjurkan harus memakai sun block ketike berada di luar ruangan. Stress, lewat aktivasi saraf otonom juga dapat memperberat kemerahan pada kulit. Mengkonsumsi alkohol, meskipun bukan salah satu penyebab, dapat merangsang kondisi ini melalui vasodilatasi peripheral. Makanan pedas juga dapat merangsang gejala Rosasea dengan stimulasi saraf otonom. Terakhir, penggunaan pembersih wajah, lotion, dan kosmetik yang tidak menyebabkan iritasi, hidroalergenik, dan komedo.

            Rosasea harus ditangani sedini mungkin setelah manifestasi gejala timbul untuk mencegah terjadinya edema dan fibrosis irreversible. Dulu antibiotik dipertimbangkan sebagai pilihan pertama pengobatan, meskipun keberhasilannya pada efek anti inflamasilebih utama dibandingkan sebagai anti mikroba. Metrodinazole topikal, dimana efektif untuk Rosasea stadium 1 dan 2 dan mencegah toksisitas dari pengobatan sistemik. Dipertimbangkan sebagai pilihan pertama pengobatan. Mitrodinazole digunakan dua kali sehari 0,75% krim dan (yang terbaru) sekali sehari formulasi 1%, tidak ada perbedaan yang berarti dalam keefesienan yang ditemukan antara penggunaan sekali 1% krim dengan dua kali 0,75% krim, sulfacetamid lotion juga dapat digantikan dengan metrodinazole pada pasien tertentu, sulfacetamid lebih jarang menyebabkan iritasi dibandingkan metrodinazole.

Rosasea berespon dengan penggunaan antibiotik oral, memulai pengobatan dengan simultan oral dan terapi topikal dapat mengurangi gejala awal ynag menonjol, mencegah relaps ketika terapi oral dihentikan, dan dapat untuk kontrol jangka panjang. Terapi oral umumnya dilanjutkan sampai lesi inflamasi hilang atau selama 12 minggu setelah serangan pertama muncul. Tetracyclin adalah antibiotik oral utama yang dilanjutkan untuk terapi Rosasea, dengan dosis 1-1.5 g/dl dibagi dalam 2-4 dosis sehari. Minocycline 100 mg dua kali sehari merupakan salah satu alternatif pengobatan. Doxycyclin juga alternatif lain lain, meskipun formulasi monohycliate dalam dosis 100mg / hari lebih efektif konsisten dan sedikit memberikan efek samping terhadap lambung dan usus dibandingkan bentuk hyclate. Clarithromycin 250 – 500 mg dua kali sehari sama efektif dengan cloxycycline, tetapi dengan efek samping ringan.

Terapi saat ini
Asam azelaic terbentuk secara alami, asam dekarboksil terbentuk dari aktivitas antibakteri. Keduanya tersedia dalam bentuk krim 20% dan pada umumnya digunakan sebagai terapi alternatif dari acne vulgaris. Pada tahun 1999 Maddin membandingkan pemberian asam azelaic dengan krim metronidazol topikal 0,75% dalam pemakaian sekali sehari sebagai terapi dari papulopustular rosacea. Maddin menyimpulkan bahwa kedua obat itu yang paling efektiv dalam mengurangi tingkat lesi inflamasi serta segala tanda dan gejala dari rosacea. Ketika penelitian kedokteran menilai dari keseluruhan kemajuan yang ada, disadari asam azelaic lebih efektiv. Pasien yang dilibatkan dalam penelitian juga lebih memilih asam azelaic.
Asam retinoid topikal telah menunjukkan lebih efektif mengatasi rosacea dalam hal vaskularisasi. Kelemahan dari terapi asam retinoid diantaranya ke-efektivan yang cukup lama, kulit kering, eritema, rasa terbakar, dan rasa tersengat. Retinaldehid adalah intermediet (hasil tengah) dalam metabolisme alami dari retinoid (diantara retinal dan asam retinoic), dan pada umumnya ditoleransi baik selama terapi asam retinoid sedang bekerja. Pemberian dalam sehari krim retinaldehid 0,05% selama 6 bulan memberikan hasil yang positif dan signifikan pada 75% dari pasien yang diterapi. Secara spesifik, hasil lebih diperoleh dari penderita eritema dan telangiektasis (komponen vaskular dari rosacea).
Vitamin C topikal baru-baru ini diteliti dan dipersiapkan untuk mengurangi eritema pada penderita rosacea. Obat kosmetik sehari-hari yang mengandung 5% vitamin C (L-ascorbic acid) digunakan dalam penelitian observer-blinded (peninjauan kebutaan) dan placebo-controlled (pengendalian placebo). Sembilan dari 12 peserta mengalami kemajuan objektif dan subjektif pada eritema mereka. Disimpulkan bahwa produksi radikal bebas memegang peranan penting dalam reaksi inflamasi dari rosacea, dan antioksidan dari L-ascorbic acid diperkirakan dapat mengatasi dampak ini. Hal ini dapat dijadikan langkah awal yang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut yang lebih besar. Pengobatan untuk penyakit yang lebih berat.
Rosasea recal citrant dapat merespon terapi isotretinoin oral. Penelitian terbaru mengatakan bahwa terdapat 22 pasien dengan rosasea ringan sampai sedang dengan menjalani pengobatan 9 minggu dapat mengurangi eritema, papul, dan talengiektasis. Isotretinoin dapat mengurangi ukuran dari kelenjar sebasea serta melisiskan keratin. Kasus-kasus rosasea recalcitrant telah berhasil diobati dengan isotretinoin dengan dosis 0,5 mg/kg/hari. Isostretinoin juga mempunyai efek samping yang berbahaya, yang paling banyak tercatat adalah obat ini potensial teratogenik. Pasien wanita pada masa kehamilan sebaiknya disarankan mengontrol usia kehamilannya. Rosasea tingkat IV yang melibatkan perubahan fibrotik seperti rhinofima tidak dapat merespon terapi medis. Pada saat itu, pasien seharusnya dianjurkan untuk melakukan bedah kosmetik seperti pembedahan dan terapi laser.

Komplikasi
Penyakit ini dapat bervariasi dalam tingkat keparahan dari ringan sampai parah. Banyak orang dengan rosacea tetap tidak menyadari kondisi mereka karena sulit untuk mendiagnosa dan karenanya mungkin tidak pernah mencari pengobatan. Rosacea adalah kondisi kulit kronis tetapi tidak berbahaya atau fatal. Kondisi ini tidak bisa disembuhkan tetapi biasanya dapat dikontrol dengan pengobatan. Respon terhadap pengobatan adalah variabel. Kebanyakan orang dengan bentuk ringan dari penyakit dapat mengelola atau mengendalikan tanda dan gejala mereka dengan hanya menghindari pemicu faktor dan iritasi.
Kondisi membaik dengan pengobatan pada kebanyakan orang tetapi tidak menunjukkan jumlah remisi. Ini adalah kondisi seumur hidup dan Penderita mungkin memiliki kontrol yang lebih baik pada waktu dan sesekali flare-up pada orang lain. Jika penderita tidak peduli dengan baik untuk kulit Penderita dan mengambil obat yang direkomendasikan, rosacea dapat berlanjut ke kondisi menodai lagi.
Prognosis
Prognosis perkembangan rosacea bervariasi dari orang ke orang, tergantung pada faktor-faktor seperti genetika, sensitivitas kulit, warna kulit, lamanya waktu yang dihabiskan di bawah sinar matahari tanpa tabir surya, konsumsi alkohol dan makanan pedas, dan paparan suhu panas dan dingin yang ekstrim. Dengan pengobatan dan menghindari pemicu yang tepat, rosacea umumnya dapat dikendalikan dengan baik.
3.DERMATITIS PERIORAL



Definisi Dermatitis Perioral
Dermatitis perioral adalah erupsi jinak yang dimana terdapat inflamasi kecil papul dan pustul disekitar mulut. Meskipun lokasi lokasinya sering pada perioral, penyakit ini juga bisa muncul di daerah kulit periokular dan paranasal
Epidemiologi
Umumnya menyerang wanita berusia 20 – 45 tahun. Namun, DP dapat juga menyerang anak-anak. Sebagian besar terjadi pada wanita muda usia 15 sampai dengan 25 tahun dan anak-anak. Penyakit ini dominan pada wanita muda, namun tidakberkaitan dengan hormonal.
Etiologi
Penyebab pastinya tidak diketahui karena banyaknya paparan dari lingkungan yang dapat dikaitkan dengan penyakit ini. Untuk beberapa pasien, ada kaitan antara pemakaian kortikosteroid topikal dengan dermatitis perioral. Beberapa peneliti menyatakan bahwa beberapa patogen dapat menjadi penyebab dermatitis perioral, termasuk Candida albicans, Fusiform bacteria dan Demodex mites. Pasta gigi dengan kandungan zat florin juga dapat dikaitkan hubungannya dengan dermatitis perioral, selain itu mengunyah permen karet dan tambal gigi juga dapat menyebabkan dermatitis perioral bagi sebagian orang. Beberapa produk kosmetik, seperti kombinasi antara pelembab dan foundations, sunscreen, juga dapat menjadi penyebab dermatitis perioral untuk beberapa pasien. Selain itu, hormon juga dapat menjadi penyebabnya.
Patofisiologi
Manifestasi klinis dari dermatitis perioral muncul saat inflamasi perifolikular dan perivaskular menyebabkan papul eritematosus disekitar mulut. Mekanisme yang pasti tidak diketahui, karena penyebabnya beraneka ragam dengan keterlibatan genetic, hormone dan faktor-faktor dari lingkungan.
Manifestasi Klinis
Dermatitis perioral selalu sesuai dengan manifestasi klinis. Secara khas, predileksi dermatitis perioral biasanya simetris, tetapi kadang unilateral, dan muncul pertama kali disekitar hidung bagian luar, bagian atas dari lipatan nasolabial atau disekitar sudut bibir. Selanjutnya erupsi cenderung menyebar mengelilingi mulut. Lesinya yang khas berupa papul kecil (mikropapul) diameter 1-2mm, eritema dan pada beberapa kasus juga tampak pustul kecil. Biasanya disertai rasa tidak nyaman disekitar mulut berupa sensasi terbakar (nyeri) dan rasa tegang, kadang terasa gatal. Tetapi hal yang paling membuat penderita merasa tidak nyaman adalah dengan alasan kosmetik. Jika berat atau berlangsung lama maka kondisi tersebut menjalar kesisi hidung dan bahkan bisa mengenai glabella. Gangguan terutama terjadi dan lebih menonjol disekitar mata, dikenal sebagai periocular perioral dermatitis. Pada anak-anak prapubertal bentuk dermatitis perioral yang ditemui adalah tipe granuloma (childhood granulomatous periorificial dermatitis). Effloresensi tampak lesi berbatas tegas, kecil, berbentuk kubah, papul berwarna daging tanpa eritema atau skuama.
Pemeriksaan Penunjang
Hanya sedikit studi yang menjelaskan gambaran histopatologi dari dermatitis perioral, kemungkinan dikarenakan klinisi jarang melakukan biopsi kulit pada daerah wajah, terutama pada wanita muda. Gambaran histopatologi dermatitis. perioral pada umumnya menunjukkan suatu infiltrate inflamasi yang berpusat disekitar folikel rambut dan dermis bagian atas. Infiltrat inflamasi ini merupakan gabungan dari limfohistiositik, spongiotik juga terlihat pada epidermis perifolikular dan ostium dari folikel. Pada anak-anak (khususnya pada tipe klinik
granulomatosa) non-caseating granulomas. Pada beberapa kasus juga ditemukan
ruptur folikuler secara fokal.
Pencegahan
Pencegahannya yaitu dengan menghindari pemakaian bahan – bahan yang diketahui dapat menyebabkan dermatitis perioral.
Prognosis
Dermatitis perioral dapat menjadi suatu kondisi kambuhan kronik dan sering memerlukan perawatan jangka panjang.

4.DERMATITIS SEBOROIK


Definisi
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum  yang mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa  dan seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum  (sebaseus atau seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya sebaseus  pada wajah dan leher. Kulit yang terkena berwarna merah muda,  bengkak, dan ditutupi dengan sisik berwarna kuning-coklat dan  krusta.
Epidemiologi
Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi  dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade  keempat sampai ketujuh kehidupan. Tidak ada data yang tepat tersedia  kejadian dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan ini  umum.Penyakit pada orang dewasa diyakini lebih umum daripada  psoriasis.Penyakit  inimempengaruhi setidaknya 3-5% dari populasi di  Amerika Serikat. Pria lebih sering terkena daripada wanita pada semua  kelompok umur.Dermatitis seboroik ditemukan pada 85% pasien  dengan infeksi HIV. Dermatitis seboroik banyak terjadi pada pasien  yang menderita penyakit parkinson karena produksi sebumnya meningkat.
Etiologi dan Patogenesis
Meskipun banyak teori yang ada, penyebab dermatitis seboroik masih belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga faktor yang berkaitan  dengan munculnya dermatitis seboroik, yaitu aktivitas kelenjar  sebaseus, peran mikroorganisme, dan kerentanan individu (De Angelis dkk., 2005; Fitzpatrick, 2010)
1. Aktivitas Kelenjar Sebaseus (Seborrhea)
Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai minggu ke-16 dari kehamilan.Kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, mensekresikan sebum ke kanal folikel dan ke permukaan kulit. Kelenjar sebaseus berhubungan dengan folikel rambut di seluruh tubuh, hanya pada telapak tangan dan telapak kaki yang tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar sebaseus sama sekali tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling padat keberadaannya ada di wajah dan kult kepala.Rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebaseus yang ukurannya besar,  sering memiliki ukuran yang kecil.Terkadang pada daerah tersebut,  tidak disebut dengan folikel rambut, tapi disebut dengan folikel  sebaseus. Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid dengan cara  mengalami proses disintegrasi sel, sebuah proses yang dikenal dengan holokrin. Aktivitas metabolik sel dalam kelenjar sebaseus bergantung status differensiasi.Sel bagian luar terdiri atas sel membran basal, ukuran kecil, berinti dan tidak mengandung lipid. Lapisan ini mengandung sel yang terus membelah mengisi kelenjar sebagai sel yang dilepaskan pada proses ekskresi lipid. Selama sel ini bergerak ke bagian tengah kelenjar, sel mulai menghasilkan lipid dan membesar mengandung banyaklipid sehingga inti dan struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati duktus sebaseus, sehingga sel akan mengalami desintegrasi dan melepaskan isi. Sebum adalah cairan kuning yang terdiri dari trigliserid, asamlemak, wax ester, sterol ester, kolesterol dan squalene. Saat disekresi, komposisi sebum terdiri dari trigliserid dan ester yang dipecah menjadi digliseid, monogliserid dan asam lemak bebas oleh mikroba komensal kulit dan enzim lipase. Sebum manusia mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi. Belum diketahui secara pasti apa fungsi sebum, namun diduga sebum mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit sehingga kulit tetap halus dan lembut (Fitzpatrick, 2010).
Sebum juga punya efek ringan bakterisidal dan fungistatik.Hormon androgen, khususnya dihidrotestoteron menstimulai aktivitas kelenjar sebaseus. Kelenjar sebaseus manusia mengandung 5αreductase, 3α- dan 17α-hydroxysteroid dehydrogenase,yang merubah androgen yang lebih lemah menjadi dihydrotestosteron,yang akan mengikatkan dirinya pada reseptor spesifik di kelenjar sebaseus kemudian meningkatkan sekresinya (Hunter, 2002). 
Kelenjar sebaseus mempunyai reseptor dehidroepiandrosteron sulfas (DHEAS) yang juga berperan dalam aktivitas kelenjar sebaseus. Level DHEAS tinggi pada bayi baru lahir, rendah pada anak usia 2-4 tahun dan mulai tinggi pada saat ekskresi sebum mulai meningkat (Layton, 2010).  Seborrhea merupakan faktor predisposisi dermatitis seboroik,namun tidak selalu didapatkan peningkatan produksi sebum pada semua pasien.Dermatitits seboroik lebih sering terjadi pada kulit dengan kelenjar sebaseus aktif dan berhubungan dengan produksi sebum.Insiden dermatitis seboroik juga tinggi pada bayi baru lahir karena kelenjar sebaseusyang aktif yang dipengaruhi oleh hormon androgen maternal, dan jumlah sebum menurun sampai pubertas (Fitzpatrick, 2010).
2. Efek Mikroba
Unna dan Sabouraud, adalah yang pertama menggambarkan penyakit dermatitis seboroik melibatkan bakteri, jamur, atau keduanya.Hipotesis ini kurang didukung, meskipun bakteri dan jamur dapat diisolasi dalam jumlah besar dari situs kulit yang terkena. Malassezia merupakan jamur yang bersifat lipofilik, dan jarang ditemukan pada manusia.Peranan malassezia sebagai faktor etiologi dermatitis seboroik masih diperdebatkan.Dermatitis seboroik hanya terjadi pada daerah yang banyak lipid sebaseusnya, lipid sebaseus merupakan sumber makanan malassezia.
3. Kerentanan Individu
Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan respon pejamu abnormal dan tidak berhubungan dengan Malassezia.Kerentanan pada pasien dermatitis seboroik disebabkan  berbedanya kemampuan sawar kulit untuk mrncegah asamlemak untuk penetrasi.Asam oleat yang merupakan komponen utama dari asam lemak sebum manusia dapat menstimulasi deskuamasi mirip dandruff. Penetrasi bahan dari sekresi kelenjar sebaseus pada stratum korneum akan menurunkan fungsi dari sawar kulit, dan akan menyebabkan inflamasi serta squama pada kulit kepala. Hasil metabolit ini dapat menembus stratum korneum karena berat molekulnya yang cukup rendah (<1-2kDa) dan larut dalam lemak (Gemmer, 2005). 
Manifestasi Klinik
Gambaran khas dermatitis seboroik adalah eritema dengan warna kemerahan dan ditutupi dengan sisik berminyak besar yang dapat dilepaskan dengan mudah.Pada kulit kepala, lesi dapat bervariasi  dari sisik kering (ketombe) sampai sisik berminyak dengan eritema. Pada wajah, penyakit ini sering mengenai bagian medial alis, yaitu glabella, lipatan nasolabial, concha dari daun telinga, dan daerah retroauricular Lesi dapat bervariasi dalam tingkat keparahan eritema sampai sisik halus. Pria dengan jenggot, kumis, atau jambang,  lesi mungkin melibatkan daerah yang ditumbuhi rambut, dan lesi hilang jika daerah tersebut dicukur.Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid yang bervariasi dan ditandai dengan bercak merah terang di pusat dan merah gelap di tepi.Pasien yang terinfeksi HIV, lesi terlihat menyebar dengan pertanda inflamasi
Prognosis
Pada bayi, prognosisnya baik dimana penyakit ini dapat hilang dengan sendirinya pada saat memasuki usia 6 bulan hingga 1 tahun, namun dapat muncul kembali ketika memasuki masa pubertas.
Pada remaja ataupun dewasa, cenderung kronis dan memiliki kecenderungan untuk sembuh lalu kambuh secara tiba – tiba sehingga pengobatan yang tepat diperlukan untuk mengontrolnya
Secara keseluruhan, pengobatan yang tepat dapat memberikan perbaikan dan kadang menghilangkan dermatosis yang disebabkan oleh dermatitis seboroik, namun tidak ada pengobatan yang permanen dan keluhan cenderung datang kembali saat pengobatan dihentikan.

5.ERUPSI AKNEIFORMIS


Defenisi
Erupsi akneiformis adalah kelainan kulit yang menyerupai akne berupa reaksi peradangan folikular dengan manifestasi klinis papulopustular.
Etiologi Dan Patogenesis
Etiologi penyakit ini masih belum jelas. Semula erupsi akneiformis disangka sebagai salah satu jenis akne, namun kemudian diketahui bahwa etiopatogenesis dan gejalanya berbeda. Induksi obat yang diberikan secara sistemik diakui sebagai factor penyebab yang paling utama, misalnya kortikosteroid, ACTH, INH, Iodida dan bromide, vitamin B2, B6 dan B12, Phenobarbital, difenil hidantoin, trimetadion, tetrasiklin, litium, pil kontrasepsi, kina, rifampisin, tiourea, aktinomisin D. Adapula yang menganggap bahwa erupsi akneiformis dapat disebabkan oleh aplikasi topical kortikosteroid, PUVA atau radiasi, bahkan berbagai bahan kimia yang kontak ke kulit akibat kerja (minyak, klor), kosmetik, atau tekanan pada kulit.Erupsi akneiformis adalah reaksi kulit berupa peradangan folikular akibatadanya iritasi epitel duktus pilosebasea yang terjadi akibat ekskresi substansipenyebab (obat) pada kelenjar kulit. Kelainan ini bukan merupakan reaksi alergi.
Manifestasi Klinis
Berbeda dengan akne, erupsi akneiformis timbul secara akut atau subakut, dantempat terjadinya tidak di tempat predileksi akne saja, namun di seluruh bagiantubuh yang mempunyai folikel pilosebasea. Manifestasi klinik erupsi adalah papuldan pustule, monomorfik atau oligomorfik, pada mulanya tanpa komedo. Komedodapat terjadi sekunder kemudian setelah system sebum ikut terganggu dapatdisertai demam, malese, dan umumnya tidak terasa gatal. Umur penderita berbedadari remaja sampai orang tua. Tentu ada anamnesa obat yang lama dikonsumsi.
Prognosis
Erupsi akneiformis merupakan penyakit yang dapat sembuh, apabila penyebab
induksi obat dapat dihentikan. Apabila hal tersebut tidak mungkin dilaksanakan
karena vital, maka pengobatan topikal maupun sistemik akan memberikan hasil
yang cukup baik.

2.1  TABEL DIFERENSIAL DIAGNOSIS
No.
Faktor
Acne Vulgaris
Rosacea
Dermatitis
Perioral
Dermatitis Seboroik
Erupsi Akneiformis
1.
Laki – laki 17 tahun
È
̶
±
È
È
2.
Keluhan bintil kemerahan di wajah
È
È
È
 (lebih banyak disekitar mulut,hidung dan mata)
± (wajah, kulit kepala)
±
3.
Sejak 1 bulan lalu
È
È
È
È
±
4.
RPK tidak ada
È
̶
È
È
È
5.
Pemeriksaan lab normal
È
È
È
È
È

Dari tabel di atas, diperoleh diagnosis kerja pada pasien adalah akne vulgaris.







BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasaan tutorial pada skenario ini didapatkan diagnosis kerjanya adalaah Acne Vulgaris. Acne vulgaris merupakan peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya terjadi pada remaja, yang sering ditemukan pada daerah wajah, leher. Hampir semua orang pernah mengalami penyakit ini sehingga acne vulgaris disebut sebagai penyakit kulit yang timbul secara fisiologis. Untuk mencegah timbulnya acne vulgaris dianjurkan beberapa hal yakni diet rendah lemak dan karbohidrat dan melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit.

B. Saran
Dari hasil pembahasan di atas, maka disarankan agar kita dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan antara lain: menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum misalnya  dengan diet rendah lemak dan karbohidrat dan melakukan perawatan  kulit untuk membersihkan permukaan kulit. Selain itu kita perlu menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne misalnya, stress, kosmetik, alkohol, dan rokok.
  







Komentar